Senin, 13 April 2009

BATAS PENCETAKAN SENDOK CETAK

Batas-batas pencetakan sendok cetak individual untuk rahang bawah meliputi:

  • Sayap bukal : menutupi buccal self dari frenulum bukalis ke distal retromolar pada kanan dan kiri . perlu diperhatikan jangan terlalu panjang pada daerah antara buccal self dan retromolar pad
  • Sayap labial: meliputi batas mukoa bergerak dan tidak bergerak
  • Sayap distolingual: merupakan lanjutan dari bagian yang menutupi bagian retromolar pad ke bawah dan biasanya merupakan bagian yang dalam
  • Lekukan untuk daerah frenulum: mencakup frenulum bukalis, labialis kanan/kiri dan lingualis.

MODIFIKASI SENDOK CETAK

MODIFIKASI SENDOK CETAK

Karena yang digunakan sendok cetak sediaan (strock tray) kadang-kadang di perlukan penambalan/pengurangan/perubahan (modifikasi) sendok cetak dibeberapa tempat.

Tujuannya:

  • Untuk mendapakan cetakan yang baik
  • Untuk mendapat penutupan tepi (peripheral seal) yang baik
  • Mengirit bahan cetak
  • Pembagian tekanan yang merata

Contoh:

  1. Bila sayap sendok cetak terlalu panjang

Hal ini akan mengganggu prosedur mencetak. Bagia yang terlalu panjang dapat di potong atau digunting dedngan menggunakan gunting seng. Setelah pemotongan bagian tersebut, bagian tepinya harus di haluskan kembali. Hal ini dapat di lakukan bila yang digunakan adalah sendok cetak aluminium atau timah.

Kadangkala dengan cara membengkokkan bagian yang terlalu panjang dengan mengguankan tang kawat dapat mengatasi masalah.

  1. Bila sendok cetak kurang panjang

· Biasanya perpanjangan sendok cetak dilakuka pada bagian posterior/distal baik pada rahang atas maupun pada rahang bawah. Sehingga daeah palatine dan retromolar pad dpaat tercetak dengan baik. Caranya dengan menambahkan lilin/kompon

· Pada sayap lingual yang kurang panjang, terutama pada retromylohyoid fossa

  1. Palatum sendok cetak yang kurang dalam

Untuk mengirit pemakaian baham sendok cetak, palatum sendok cetak perlu di pertinggi dengan menambah beewax/lilin/kompon

  1. Umumnya untuk mencetak rahang bawah yang tak bergigi perlu mempetinggi sayap lingual di daerah kelenjer sublingualis agar dasar mulut dapat tercetak dengan baik

ketentuan umum penyusunan gigi

ketentuan umum untuk penyusunan gigi
berikut ini beberapa metentuan untuk menyusun gigi agar penampilan gigi tiruan menjadi lebih baik adalah:
1. gigi tiruan hendaknya menempati posisi yang sama sepsrti yang ditempati oleh gigi aslinya, walapun dapat dibuat beberapa modifikasi pada kasus-kasus yang gigi aslinya dulu mempunyai posisi yang burukdan tak beraturan
2. gigi harus tampak seperti tumbuh di luar dari prosessus alveolaris. sering kali ahli teknik gigi menyusun gigi tiruan seperti gigi asli tapi akarnya tidak berada dalam prosessus alveolaris.pada pasien yang memepunyai gigi asli dan prosessus alveolarnya condon ke depan, gigi asli sering disusun lebih tegak dan condong ke dalam. ini merupakan kesalahan umum yang biasa ditemui, dengan akibat sebagai berikut:
bila tidak digunakan busur wajah, dan model dipasang di artikulator dengan bidang oklusal yang horisontal. gigi-gigi insisif biasanya disusun tamapaknya disusun dengan kecondongan ke depanyang cukup, tetapi bila gigi tiruan dicobakan dalam mulut, gigi insisif tamapak lebih tegak dan condong ke dalam mulut. keadaan ini disebabkan oleh bidang oklusal yang di dalam mulut sering membentuk sudut kurang lebih 8 derajat tehadap bidang horisontal. jadi meskipun kecondongan insisif ke depan yamapak memuaskan di artikulator, di dalam mulut akan berkurang karena adanya sudut bidang oklusal tadi. jadi, lebih baik melekatkan model dengan bantuan busur wajah, karena dengan cara ini sudut kecondongan insisif di artikultor akan sama seperti dalam mulut.
3. sumbu panjang gigi insisif dari apeks ke gigi insisal hendakanya mengarah ke garis tengah, dan sudut kecondongan berbeda dari gigi yang satu kegigi yang berikutnya. pada umumnya kecondongan insisif dua lebih besar dari insisif pertama. gigi kaninus jika dibuat dari depan, tampak condong ke labial karena menonjolnya bagian leher gigi. tetapi jika dilihat secara miring dari arah sudut mulut tampak tegak.
4. gigi anterior atas hendanya disusun sedemikian rupa, sehingga tepi insisalnya mengikuti kelengkungan bibir bagian bawah waktu tersenyum. untuk memungkinkan hal ini maka garis lengkung ketika tersenyum hendaknya gigi anterior atas seperti ini, karena garis bibir bawah ketika pasien tersenyum secara normal digunakan sebagai pedoman dalam menentukan posisi gigi. gigi yang berada terlalu dekat dengan bibir bawah akan dinilai terlalau pajang dan sebaliknya, bila berada terlalu jauh, tampak terlalu pendek.
5. pada wajah dan lebar dan persegi, dapat diperkirakan bahwa perkembangan gigi anteriornya teratur. pada muka yang sedikit lebar mungkin diperlukan celah-celah diantara gigi atas. pada wajah yang berbentuk segitiga mungkin perlu disusun dengan sedikit rotasi atau tumpang tindih diantara gigi insisf pertama dan kedua.
6. jika telah ditetapkan untuk menyususn gigi anterior secara teratur, perlu diperhatikan bahwa tonjol kaninus terletak pada satu bidang frontal dan berjarak sama dengan biodang-bidang median. jika hal ini tidak dilakukan, ketidak teraturan yang dihasilkan akan mengakibatkan asimetris pada bagian belakang lengkung rahang. untuk menyakinkan, bahwa perlekatakan kaninus sudah simertis, ketentuan berikut ini hendaknya di perhatikan dalam penyusuna insisif, sehingga tiap ketidak teraturan akan saling menutupi.
7. ketidak teraturan yang mencolok umunya perlu dihindari karena akan menghasilkan permukaan dan sudut yang mungkin mengiritasi lidah dan bibir
8.tiap gigi anterior atau bagian dari gigi anterior pada sisi vestibular lengkung rahang hendaknya disusun lebih rendah daripada tetangganya. tiap gigi anterior atau bagian dari gigi anterior pada sisi lingual lengkung rahang hendaknya disususn lebih tinggi daripada tetangganya. istilah lebih rendah berarti lebih dekat dengan dagu, dan istilah lebih tinggi artinya lebih dekat dengan vertex, sehingga ketentuan sederhana ini dapat diterapkan bagi gigi-gigi depan atas maupun bawah dalam posisi oklusi. dengan cara ini sudut bimbingan insisal dijaga agar tetap sama.
9. jika gigi disusun dengan celah diantaranya, harus hati-hati untuk menghindari suara berdesis dan tersangkunya makanan. tes fonetik harus dilakukan untuk menyakinkan bahwa tidak terjadi suara desis. celah sempit yang melebar ke arah gingiva hendaknya dihindarkan, karena makanan akan tersangkut dalam ruang ini yang sulit di ketahui oleh pasien dan sulit pula membuangnya. secara umum, celah diantara gigi atas lebih muda di terima daripada cekah diantara gigi bawah yang jarang diperlukan.
10. pada banyak kasus, gigi insisif bawah biasanya terlihat selama berbicara, dan tampak lebih wajar jika tepi-tepi sedikit tumpang tindih. tetapi tumpang tindih tadi hati-hati, tidak boleh menghsilkan gangguan oklusi dan ketidak teraturan dalam lengkung gigi atas jangan sampai diikuti oleh lengkung gigi bawah. dengan cara ini celah insisal dibiarkan relatif tetap dan oklusi protrusi dipertahankan.

TINDAKAN PENANGANAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI ANESTESI LOKAL

Penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus, penguna anetetikum lokal yang mengandung epinefrinharus dilakukan dengan sangat hati-hati atau sama sekali di hindari. Infiltrasi yang berlebihan pada jaringan penderita DM akan sangat membahayakan.

Larutan anestetikum yang mengandung konsentrasi epinefrin yang sangat tinggi sebaiknya hanya digunakan pada kasus-kasus yang diindikasikan.

Berikut ini merupakan cara penanganan dan pencegahan komplikasi lokal yang sering terjadi pada anestesi lokal: 7
1. Patah Jarum.
Pencegahan: kenalilah anatomi daerah yang akan dianestesi, gunakan jarum gauge besar, jangan gunakan jarum sapai porosnya, pake jarum sekali saja, jangan mengubah arah jarum, beritahu pasien sebelum penyuntikan.
Penaganan: tenang, jangan panic, pasien jangan bergerak, mulut harus tetap terbuka jika pragmennya kelihtan, angkat dengan hemostat keal, jika tidak terlihat diinsisi, beritahu pasien, kirim ke ahli bedah mulut.
2. Rasa Terbakar Pada Injeksi.
Pencegahan: gunakan anestetik lokal yang pH kira-kira 5, injeksi larutan perlahan-lahan (iml/menit), cartridge disimpan pada suhu kamar, lokal anestetik tetap steril.
3. Rasa Sakit pada Injeksi
Pencegahan: penyuntikan yang benar, pakai jarum yang tajam, pakai larutan anestesi yang steril, injeksikan jarum perlahan-lahan, hindari penyuntikan yang berulang-ulang.
Penanganan: tidak perlu penangana khusus.
4. Parastesi (kelainan saraf akibat anestesi): tidak terasa.
Pencegahan: injeksi yang tepat, penggunaan cartridge yang baik.
Penanganan: tenangkan pasien, pemeriksaan pasien (lamanya parastesia), pemeriksaan ulang sampai gejala hilang, konsul keahli bedah, mulut atau neurologi.


5. Trismus (gangguan membuka mulut).
Pencegahan: pakai jarum suntik tajam, asepsis saat melakukan suntikan, hindari injeksi berulang-ulang, volume anestesi minimal.
Penanganan: terapi panas (kompres daerah trismus 15-20 menit) setiap jam. Analgetik obat relaksasi otot, fisioterapi (buka mulut 5- 10 menit tiap 3 jam), megunyah permen karet, bila ada infeksi beri antibiotik alat yang digunakan untuk membuka mulut saat trismus.
6. Hematoma (efusi darah kedalam ruang vaskuler).
Pencegahan: anatomi dan cara injeksi harus diketahui sesuai dengan indikasi, jumlah penetrasi jarum seminimal mungkin.
Penanganan: penekanan pada pembuluh darah yang terkena, analgetik bila nyeri, aplikasi pada pada hari berikutnya.
7. Infeksi.
Pencegahan: jarum steril, aseptic, hindari indikasi berulang-ulang.
Penanganan: terapi panas, analgesic, antibiotic.
8. Udema (Pembengkakan Jaringan)
Pencegahan: pemakaian alat anestesi lokal yang betul, injeksi atraumatik, teliti pasien sebelum pemberian larutan analgesic.
Penanganan: mengurangi pembengkakan secepat mungkin, bila udema berhubungan dengan pernafasan maka dirawat dengan epinefrin 8,3 mg IV/Im, antihistramin IV/im. Kortikosteroid IV/ IM, supinasi, berikan basic life support, tracheastomi, bila sumbat nafas, evaluasi pasien.
9. Bibir Tergigit.
Pencegahan: pilih anastetik durasi pendek, jangan makan/minum yang panas, jangan mengigit bibir.
Peanganan: analgesi, antibiotic, kumur air hangat beri vaselinàlipstik.
10. Paralyse N. Facialis (N. Facialis ter anestesi)
Pencegahan: blok yang benar untuk n. Alveaolaris inferior, jarum jangan menyimpang lebih kepost Waktu blok n. alveolaris inferior.
Penanganan: beritahu pasien, bahan ini bersifat sementara, anjurkan secara periodic membuka dan menutup mata.
11. Lesi Intra Oral Pasca Anestesi.
Penanganan: simptomatik, kumur-kumur dengan larutan dipenhidramin dan susu magnesium.
12. Sloughing pada Jairngan.
Pencegahan: pakai topical anestesi, bila memakai vasokonstriktor jangan berlebihan.
Penanganan: secara simptomatik, rasa sakit diobati dengan analgesic (aspirin/ kodein secara topical)
13. Syncope (fainting).
Pencegahan: fentilasi yang cukup, posisi kepala lebih rendah dari tubuh, hentikan bila terjadi perubahan wajah pasien.
Penanganan: posisikan kepala lebih rendah dari tubuh, kaki sedikit diangkat, bila sadar anjurkan tarik nafas dalam-dalam, rangsang pernaasan dengan wangi-wangian.

KOMPLIKASI LOKAL YANG SERING TERJADI PADA ANESTESI LOKAL

. Patah Jarum
Penyebab: gerakan tiba-tiba jarum gauge (ukuran) kecil, jarum yang dibengkokkan .
2. Rasa Terbakar Pada Injeksi.
Sebab: pH larutan melampaui batas, injeksi larutan cepat, kontaminasi larutan catridge dengan larutan sterilisasi, larutan anestesi yang hangat.
Masalah: bisa terjadi iritasi jaringan, jaringan menjadi rusak.
3. Rasa Sakit pada Injeksi
Sebab: teknik injeksi salah, jarum tumpul, deposit larutan cepat, jarum mengenai periosteum.
4. Parastesi (kelainan saraf akibat anestesi): tidak terasa.
Sebab: trauma (iritasi mekanis pada nervus akibat injeksi jarum/ larutan anestetik sendiri.)
Masalah: dapat terjadi selamanya, luka jaringan.

5. Trismus (gangguan membuka mulut).
Sebab: trauma pada otot untuk membuka mulut, iritasi, larutan, pendarahan, infeksi rendah pada otot.
Masalah: rasa sakit, hemobility (kemampuan mandibula untuk bergerak menurun).
6. Hematoma (efusi darah kedalam ruang vaskuler).
Sebab: robeknya pembuluh darah vena/ arteri akibat penyuntikan, tertusuknya arteri/ vena, dan efusi darah.
7. Infeksi.
Sebab: jarum dan daerah operasi tidak steril, infeksi mukosa masuk kedalam jaringa, teknik pemakaian alat yang salah
8. Udema (Pembengkakan Jaringan)
Sebab: trauma selama injekasi, infeksi, alergi, pendarahan, irirtasi larutan analgesic..
9. Bibir Tergigit.
Sebab: [emakaian long acting anestesi lokal.
Masalah: bengkak dan sakit.
10. Paralyse N. Facialis (N. Facialis ter anestesi)
Sebab: masuknya larutan anestesi ke daam kapsul/ substransi grandula parotid.
Masalah: kehilangan fungsi motoris otot ekspersi wajah. Mata tidak bisa mengedip.
11. Lesi Intra Oral Pasca Anestesi.
Penyebab: stomatitis apthosa rekuren, herpes simpleks.
Masalah: pasein mengeluh sensitivitas akut pada daerah uslerasi.
12. Sloughing pada Jairngan.
Penyebab: epitel desquamasi, abses steril.
Masalah: sakit hebat.
13. Syncope (fainting).
Merupakan bentuk shock neurogenik.
Penyebab: isohemia cereoral sekunder, penurunan volume darah ke otak, trauma psikologi.
Masalah: kehilangan kesadara.

SIFAT ANESTESI LOKAL YANG IDEAL

Sifat anestesi lokal yang ideal antara lain:1,2,3
1. efektif bila digunakan secara topikal ataupun secara parenteral
2. efektif walaupun tanpa bahan tumpatan seperti vasokonstriktor
3. mula kerja cepat, sedangkan masa kerja cukup lama sehinggga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi
4. mampu mencapai efek yang diinginkan walaupun dengan dosis yang kecil
5. mempunyai rentang batas keamanan yang luas dari efek samping yang berbahaya
6. tidak menimbulkan luka atau iritasi pada jaringan, karena alasan ini anestesi lokal harus isotonik dan mempunyai pH yang sesuai sesuai pH jaringan
7. dapat di sterilkan tanpa menimbulkan perubahan struktur atau sifat
8. larut dalam air dan stabil dalam larutan
9. dapat menembus membran mukosa
10. obat harus memiliki waku aksi spesifik terhadap saraf sensorik yang harus dilumpuhkan dalam konsentrasi yang tidak membahayakan saraf atau jaringan sekitarnya
11. ujung sensoris harus dilumpuhkan dengan cepat tanpa stimulasi awal
12. obat harus larut dalam air dan stabil pada suhu 100 derajat
13. aksi anastesi harus tetap pada selang waktu standard
14. anestesi lokal harus dapat bercampur dengan vasokonstriktor atau asam hyalunic yang biasa digunkan sehingga mungkin untuk mencapur bahan dengan bahan tersebut dalam larutan
15. efek sistemik tidak boleh trjadi pada range dosis terapi
16. larutan anestesi lokal harus stabil dengan waktu hidup yang cukup
17. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanent
18. Batas keamanan harus lebar
19. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa
20. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama
21. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan

ANESTESI LOKAL PADAPENDERITA HIPERTENSI

Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi. 5

Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga dapat menyebabkan perdarahan. 5

Jika pasien mempunyai hipertensi yang berat dan tidak terkontrol, perawatan dental yang direncanakan sebaiknya ditunda hingga dokternya dapat mengontrol tekanan darah pasien. Tetapi bila perawatan denatal dibutuhkan, dokter gigi dapat memilih menenangakan pasien dengan menggunakan valium dengan mengunakan 1-2 cartridge anestetik lokal dengan vasokonstriktor. Dosis ini akan mempunyaiefek fisiologik yang minimal dan akan memberikan efek anestesi yang cukup lama. Disini, penggunaan anestetik tanpa epinefrin tidak dianjurkan karena efek anestesinya akan hilang dengan segera dan epinefrin yang diproduksi secara endogen oleh pasien, karena sakit yang disebabkan oleh prosedur dental, akan lebih banyak dan lebih mengganggu atau merusak dibanding resiko menggunakan cartridge anestetik yang mengandung sejumlah kecil epinefrin.1